Lubna
Lubna
Karya
Nabila Qonita
Lubna, di adalah seorang gadis yang berusia 7 tahun.
Dia seorang anak yatim piatu. Ayah dan Ibunya sudah meninggalkannya saat ia
baru berusia 2 tahun. Lubna kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya,
Sekarang ia diasuh oleh Pamannya, yang Pamannya sendiri belum dikaruniai seorang anak. Dan dia sudah menganggap Lubna seperti anaknya sendiri.
“Lubna kenapa?” Ucap sang Paman.
“Orang tuaku ada dimana? Aku kangen mereka.. hikss..” ucap Lubna di sela-sela tangisannya.
“Udahlah mereka udah tenang disana, sekarang kita doa buat mereka aja ya,” Jawab Paman. Lubna menatap Pamannya dengan
wajah sendu.
“Mak.. Maksud Paman apa? Ayah dan ibu gak mungkin
meninggal! Mereka masih Hidup!” lantang Lubna. Bibirnya bergetar, ia menutupi
wajahnya dengan kedua tangannya. Bibinya yang tak sengaja mendengar percakapan
dari Suami dan keponakannya lantas ikut bergabung menghampiri mereka.
“Bi.. Orang tua Lubna gak meninggal kan? Mereka
masih hidup kan? Tolong bawa Lubna temui mereka, Lubna kangen,” Lubna langsung
memeluk Bibinya.
Bagaimapun juga, Lubna masih kecil dan di usianya
yang masih 2 tahunan ia sudah ditinggalkan begitu saja, karena ayahnya
kecelakaan saat usia Lubna masih 1 tahun lebih 3 bulan, dan Ibunya meninggal dikarenakan Ibunya terkena
penyakit Stroke 5 bulan kemudian setelah ayahnya meninggal, Sebelum ibunya
meninggal ia menitipkan pesan untuk adiknya yang bernama Lukman untuk merawat
Lubna sampai Lubna dewasa.
“Lubna sekarang tidur ya? Udah malam, nanti Lubna
telat loh datang ke sekolahnya,” Bibi Rita mengelus-elus puncak kepala Lubna.
Lubna menggeleng, ia tak mau pergi sebelum Paman dan Bibinya mengantarkannya
menemui Ayah dan Ibunya. Paman mendengus pelan, ia pasrah.
“Oke, Paman akan nganterin kamu ke orang tua
mu, tapi kamu harus janji sama Paman,”
“Janji apa Paman?” Lubna bersemangat, air matanya
yang sedari tadi turun kini hanya tersisa matanya yang masih sembab akibat ia
menangis tadi.
“Janji setelah kamu temui Ayah dan Ibu mu, kita
langsung pulang, gak ada penolakan, okey?”
“Kok langsung pulang? Lubna gak boleh ninap dirumah
orangtua Lubna? Mereka Orang tua Lubna, masa gak boleh ninap sih? Paman jahat!”
“Gak ada penolakan, gak ada kata tapi, kalo kamu
tetap ingin temui orang tuamu, nurut apa kata Paman,” Ucap Bibi menepuk bahu
Lubna pelan memberinya ketenangan. Lubna hanya mengangguk pasrah. Mereka pun akhirnya berangkat.
Sampailah mereka menuju pemakaman. Lubna mengernyit
heran menatap Pamannya. Hati Lubna kembali sesak dan ada perasaan yang tidak
enak seketika muncul di lubuk hatinya. Paman menggenggam tangan Lubna kuat
sampai mereka menuju tempat kuburan Ayah dan Ibunya berada, Sampailah mereka di
hadapan 2 kuburan yang saling bersebelahan.
“Kenapa paman ngajak Lubna kesini?! Paman prank Lubna kan? Pengen buat Lubna sedih
lagi makanya paman ajak Lubna kesini?!” Ucap Lubna lirih. Disebelah kanannya
terdapat nama Yanti, Ibunya, dan disebelah kirinya terdapat nama Imam, Ayahnya.
“Ngapain Paman prank
kamu?” balas paman, ia tak terima jika ia dianggap hanya bercanda, padahal ia
sudah sangat lelah. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
“Paman BOHONG,” lantang Lubna, ia pun perlahan berjongkok,
tangannya perlahan-lahan menyentuh batu nisan yang bertuliskan nama Ibunya.
“Bu.. Ibu kenapa ninggalin Lubna? Apa Ibu udah gak sayang lagi sama Lubna? Makanya ibu jadi ninggalin Lubna?!” Lubna kembali terisak-isak kecil. Hatinya kembali teriris, perih, sedih, semua bercampur aduk. Semua kenangan kembali ia mengingatnya, walaupun ia tak begitu inget secara detail tapi ia masih bisa merasakan ketika dahulu ia dipeluk dengan kasih sayang oleh orangtuanya, senyum orangtuanya, canda, dan tawa sudah ia lewati bersama dengan kedua orang tuanya.
Paman
menatapi Lubna iba, ia sebenarnya tak tega jika harus melihat Lubna seperti
ini, tapi.. apa boleh buat? Lubna sendiri yang memintanya untuk menemui kedua
orang tuanya.
“Lubna.. udah ya kita pulang, Besok Lubna harus
sekolah, kasian matanya tuh sembab, istirahat ya,” Paman menepuk-nepuk bahu
Lubna memberinya kembali ketenangan. Dan akhirnya mereka kembali ke rumah.

Komentar
Posting Komentar